Thursday, August 17, 2006

The Lack of Information, A Quiz, and A Stupid Decision

Judul yang terlalu keren untuk sebuah hari biasa sebetulnya. Tapi biar deh. So, kemarin hari Rabu tanggal 16 Agustus, adalah hari terakhir sebelum libur panjang (well, 5 hari tepatnya) minggu ini. Cuma ada satu kelas hari itu (atau begitulah yang kukira), yaitu Sosiologi. Jam 10 - Jam 12. Waktu selesai, aku sudah dengan tenangnya melenggang ke bawah, siap pulang. Tapi tahu-tahu di depan bagian pendaftaran, ketemu Mel.

Aku: *sudah pegang telepon* Eh, hai!
Mel: Mo ke mana?
Aku: *ke telepon/supir* Aku udah keluar nih.. *ke Mel* (dengan nada riang habis-ini-aku-libur-lima-hari) Pulang!
Mel: Lho, ntar kan ada Tekom?
Aku: (nada riang habis-ini-aku-libur-lima-hari berubah jadi astaga-tolong-jangan-deh) Hah?! Emang hari ini ada Tekom?

Dan begitulah, impianku untuk segera pulang dan tidur hancur berkeping-keping.. *masukkan musik dramatis di sini* Dengan berat hati, aku terpaksa menelpon supirku lagi sebelum dia terlanjur keluar dan bertanya-tanya kenapa aku tidak ada.

Aku: Halo?
Supirku: *sedikit panik* Iya ini baru di parkiran..
Aku: Bukan, nggak jadi, aku keluarnya ntar jam 3.

Astaga, dia nggak perlu panik begitu kan? Aku kan sama sekali bukan orang yang nggak sabaran.

Lanjut. Setelah pergi makan sampe jam 13.20, aku sampai lagi di kampus sekitar jam 13.30. Well, telat nggak papa sih, tapi kemudian aku ingat rumor bakal ada kuis (dan perasaanku mengatakan hari ini 90% pasti ada, dan mengingat terakhir kali aku punya feeling bakal ada kuis, hal itu benar-benar terjadi...) aku berniat cepet-cepet naik tapi... astaga. Lift-nya penuh SEKALI.

Kenapa sih lift bodoh itu selalu penuh kalau aku terlambat? Kalau aku lagi pengen jalan pelan-pelan misalnya, liftnya selalu sudah siap sedia. Kenapa sih? KENAPA?

Akhirnya aku pun memutuskan dengan berani untuk naik tangga. Well, ini kan cuma empat lantai. Dan dulu pun aku lebih suka naik turun tangga sebelum memutuskan untuk menjadi manusia normal dan memilih naik lift. Jadi tak ada masalah kan? Aku melakukannya setiap hari kok. Dulu. Jadi seharusnya tak ada masalah. Gampang sekali, kan cuma naik tangga saja. Kan cuma empat lantai, bukan sepuluh. Lagipula, waktu aku mendongak ke atas, aku melihat Mel lari dengan semangat dan tahu-tahu sudah di lantai tiga. Jadi mestinya bukan masalah untukku juga.

......

Waktu aku sampai di atas kakiku mau copot. Dan malamnya kakiku pegel-pegel semua. Bagus. Aku se-kurang-olahraga itukah?

Bagaimanapun, akhirnya aku sampai di kelas. Kepanasan setengah mati dan stres karena nggak bawa catetan minggu lalu (karena nggak tau bakal ada kelas ini hari ini) sehingga mengeliminasi kemungkinan belajar kilat kalau benar ada kuis. Setelah kuliah dimulai.. beberapa lama kemudian materi selesai dan waktu masih banyak. Aku sibuk berdoa supaya jangan ada kuis sementara beberapa anak yang sama sekali tak terganggu oleh kemungkinan ini mengajukan pertanyaan.

Dosen: Nggak ada pertanyaan lagi?
Kelas: *hening*
Dosen: Oke, kalo gitu....
Kelas: *menahan nafas*
Dosen: ....ke materi berikutnya..
Kelas: *terdengar desah nafas lega*

Aku cukup lega, tapi sesungguhnya tidak benar-benar yakin musibah sudah berlalu. Bagaimanapun, firasatku mengatakan HARUS ada kuis hari ini... Diam, indra keenam, DIAMLAH!!

Tak lama..

Dosen: Oke, kita kuis.
Kelas: AAAHHHH!
Aku: Great. T_T

Untungnya dua dari tiga pertanyaan yang ada isinya materi hari itu. Jadi dengan kemampuan otak spons aku menyalin kembali isi catatan hari itu. Untuk soal ketiga, well, aku harus menggali-gali sedikit, tapi setidaknya ide umumnya ada. Nah, nama teorinya aku lupa. Aku cukup yakin itu tentang Group Decision Making. Tadinya aku mau nulis Group Decision Making Theory. Biar salah tapi paling nggak pasti nyerempet dikit. Tapi tiba-tiba aku mendengar bisikan-bisikan di sebelahku yang menyebut-nyebut Interactional. Entah bagaimana otakku membenarkan adanya kata itu di dalam nama teori tersebut. Dengan bodohnya aku mengganti jawabanku jadi Interactional Theory in Group Communication.

Nggak masuk akal banget deh. Jawaban yang benernya ternyata Functional Perspective on Decision Making. Barangkali aku salah tangkep Functional jadi Interactional. Sial, sial, sial. Ingatkan aku untuk TIDAK PERNAH mendengarkan bisikan jawaban lagi. Aku ini tidak berbakat jadi pencontek, dan memang seharusnya tidak pernah melakukannya. Dan seharusnya memang tidak pernah perlu.

Tambahan lagi aku melewatkan tontonan harianku gara-gara nggak tau bakal ada kelas siang hari ini, sehingga nggak menyiapkan mesin perekam di rumah.. Huh. Benar-benar hari yang cukup sial.

Tuesday, August 01, 2006

Such a Hazy Day

Kuliah Teori Komunikasi 2 yang diadakan jam 1.20 memang terbukti kurang efektif.

.......


.......


.......


Hei. Coba lihat kalimat pembuka itu. Kedengarannya lumayan keren kan? Mungkin bisa kujadikan topik skripsiku nanti atau apa.

Kembali ke permasalahan. Jam segitu itu lagi ngantuk-ngantuknya. Memang sih aku bersyukur dosennya nggak jadi diganti, karena kalau ya, siapa yang tahu bisa jadi seberapa lebih parah keadaannya. Dan aku memang memperhatikan. Well, 90%. Tapi dibandingkan dengan kalo kuliahnya pagi, tadi ada potongan-potongan informasi yang hilang waktu pikiranku melayang entah ke mana karena ngantuk.

...decision making...

Aku menggambar bunga di kertas catatanku.

...mandi kembang jam 1 malem..

Mm.. pasti dingin ya. Nanti kalo masuk angin gimana?

Tunggu. Apa sih yang dibicarakan ini?

...tujuan utama universitas adalah iman..

HAH? Dan tiba-tiba Mel ketawa luar biasa bahagia untuk alasan yang tidak dapat dijelaskan sementara aku kebingungan. Tujuan utama universitas adalah iman.. kemudian ilmu.. dan karakter.

Hei, itu kan nyontek moto SMA-ku: iman, ilmu, dan pelayanan! Cuma diganti belakangnya doang!

...Mr. J.S. mengatakan kita harus mendahulukan kasih..

APAAAAA? Apakah aku sudah diterbangkan ke parallel universe atau apa sih? *tiba-tiba membayangkan Mr. J.S yang dimaksud berkhotbah memakai jubah pendeta dan disinari cahaya putih*

*merasa mual dan tidak tahu harus nangis atau ketawa*

Dasar universitas tukang bohong.

...disruptive communication adalah komunikasi yang merusak..

Well, sepertinya kuliahnya sudah kembali ke jalur yang benar. Mm.. kira-kira makan malemnya apa ya..

..membuat suasana jadi sejuk..

Sejuk.. dingin banget ya? AC-nya tepat di atasku atau apa?

Eh. Tapi tunggu. Sejak kapan komunikasi yang merusak membuat suasana jadi sejuk?

Oh. OH. Sudah pindah ke promotive communication rupanya.

...seperti di pemilihan Presiden..

Hei, aku pertama ikut Pemilu tahun 2004 kemaren.. pas umurku 17.. WOW. Nanti kalau aku ikut Pemilu berikutnya, aku akan sudah lulus dari sini! Astaga, hebat sekali kan! Sudah lulus!

Tak tahu apa lagi yang kulewatkan dan apa lagi yang kukhayalkan.

Lalu tadi waktu aku akhirnya sampai di rumah, sempoyongan, masih setengah tidur habis tidur di mobil, dan sedikit laper serta mules-mules, tiba-tiba HP bunyi.

Nomor tak dikenal.

Biasanya aku tidak menjawab nomor tak dikenal, tapi entah kenapa, mungkin kemampuan psychic atau apa, aku tiba-tiba memutuskan untuk menerimanya.

Aku: Halo?
Suara-di-seberang: Halo? Dengan Karina?
Aku: Ya.
Suara-di-seberang: Ini dari majalah Kawanku.
Aku: *mengalami deja-vu* Oh, iya?
Suara-di-seberang: Begini, dulu kamu kan pernah ngirim cerpen ya? Judulnya "Di Antara Dua Pilihan" sama "Paranoid"?
Aku: [Astaga. Dua sekaligus?!] Oh. Ya. [Tapi itu kan sudah bertahun-tahun lalu! Astaga]
Suara-di-seberang: Saya mau nanya, cerita ini udah pernah dimuat di majalah lain belum ya?
Aku: Oh. Belum pernah kok.
Suara-di-seberang: Oh, oke. Jadi boleh dong dimuat di W?
Aku: [Hahahaha. Pertanyaan macam apa itu?] Ah, boleh.
Suara-di-seberang: Sebelum ini udah pernah dimuat cerpen-cerpennya?
Aku: Oh, baru sekali.. [maksudnya waktu ikutan lomba cerpen sekitar dua tahun lalu itu dan nggak menang tapi dimuat juga dan dapet 250.000]
Suara-di-seberang: Oh, baru sekali ini.
Aku: [mau menjelaskan bahwa bukan sekali ini tapi sekali sebelum ini tapi tak sempat]
Suara-di-seberang: Kalo boleh tanya, inspirasinya dapet dari mana ya?
Aku: [Astaga. Mana kuingat? Itu kan sudah bertahun-tahun lalu. Pikir, C, pikir. Pikirkan jawaban cerdas. Pikirkan sesuatu.] *otak blank* Ah, wah, itu udah lama banget sih, saya udah nggak inget. *sambil memaksakan tawa maklum-saya-memang-tidak-punya-photographic-memory*
Suara-di-seberang: Oh, ya sudah nggak apa-apa. Kalau begitu, makasih ya.
Aku: Makasih *dengan suara semanis mungkin*

Mengingat kondisiku saat menerima telpon (sempoyongan, masih setengah tidur habis tidur di mobil, dan sedikit laper serta mules-mules), aku nggak yakin apakah pembicaraan kecil tadi cukup memuaskan. Maksudku, aku jelas kurang histeris, kurang menampakkan antusiasme dan segalanya. Mungkin mereka bingung apa yang salah, mengingat mereka menyangka ini kan kali pertamanya ceritaku dimuat, tapi kenapa aku sama sekali tidak peduli begitu?

Ah sudahlah. Lalu waktu akhirnya kesadaranku kembali secara penuh, aku baru ingat dia nggak menanyakan rekeningku sama sekali! Padahal rekening yang kucantumkan waktu ngirim cerpen zaman dulu itu kan rekening Lippo Yuniorku yang sudah nggak berlaku! Astaga, gimana kalo nyasar ke rekening orang? Bayaran cerpenku!!

Setelah itu aku pun masih bingung. "Di Antara Dua Pilihan" itu yang mana ya? Aku mikir lama sekali baru bisa ingat cerita mana yang dimaksud. Boro-boro inget inspirasinya dari mana.

Tapi kalo "Paranoid" seharusnya aku langsung ingat. Itu kan inspirasinya datang dari pengalaman pribadi. ^^;;

Aku benar-benar linglung hari ini.
Desperate Secrets - Secrets of my desperation in life from the past and present

THE DESPERATE

Alias: Cornelia
Age: 19
Gender: Female
Location: Indonesia
Birthdate: 03 Sept 1987
Star Sign: Virgo
Birthstone: Sapphire
Planet: Mercury
Element: Earth
Favorite Color: Lime Green
Obsession: Alias
Occupation: Freelance Translator
University Major: Integrated Marketing Communication
Live Journal: Private Eyes
Graphic Journal: Nocturne Love
Fan Fiction Journal: Three Decades
I am worth $2,045,034

Credits

Design by Ireth Halliwell
Hosted by Blogger
Site Content by Cornelia

Shoutbox



Free Website Counter
Free Website Counter

Powered 
by Blogger