The World, My Life, and The Great Depression
Pernah merasakan stres karena adanya suatu masalah yang kalo nggak diselesaikan dalam beberapa hari bakal mengacaukan hidupmu, tapi setelah kamu mencoba meminta pertolongan ke sana-sini, nggak seorang pun yang bisa/mau membantu kamu dan kamu menemukan jalan buntu yang sama sekali nggak ada jalan keluarnya, padahal detik-detik terus berlalu dan deadline itu terus mendekat dengan menakutkan? Aku pernah. Dan percayalah, rasanya mengerikan, nggak berdaya seperti itu dan nggak tahu apa yang harus dilakukan selain menunggu kekacauan total. Gila, stres macam itu benar-benar melumpuhkan.
Bukan hanya otak nggak bisa berhenti memikirkan hal itu entah apa pun yang sedang kamu kerjakan, tapi juga badan terasa lemes dan kamu bakal merasa nggak sanggup dan nggak mood mengerjakan apa-apa. Rasanya betul-betul lumpuh. Waktu itu terjadi padaku, yang bisa kulakukan selain berusaha sekuat tenaga mencari pemecahannya adalah, akhirnya aku hanya bisa tidur [ajaib sebenarnya aku BISA tidur] karena nggak mampu melakukan apa pun untuk mengalihkan perhatian atau sekedar menghabiskan waktu. Pikiran terfokus pada satu alarm yang berkedip-kedip di dalam otak menandakan bahaya terus mendekat. Aku tahu blog-ku biasanya sedikit melebih-lebihkan, tapi kali ini sama sekali bukan mendramatisir. Kamu akan tahu kalo kamu sudah mengalaminya sendiri.
Akhirnya pada saat-saat aku mengira aku sudah hampir kehilangan kewarasan, bantuan datang dari seorang penyelamat. Kalo itu nggak terjadi, aku nggak tahu apakah aku sanggup bangun dari tempat tidur besoknya. Sungguh sesuatu yang nggak ingin kurasakan lagi seumur hidup. Aku terbiasa selalu in control, mampu mengendalikan hal-hal dan tahu apa yang harus dilakukan. Waktu sesuatu membuatku benar-benar tidak berdaya dan tidak bisa melakukan apa-apa, rasanya betul-betul seperti pukulan berat.
Ingin teriak frustrasi sekeras-kerasnya, tapi takut mengundang orang-orang berlarian dengan panik. Ingin terpuruk sambil menangis sejadi-jadinya, tapi tahu itu nggak akan menyelesaikan apa-apa. Aku betul-betul merasa mual dan sampai agak sesak napas. Butuh menarik napas dalam berkali-kali untuk menjaga kewarasan.
Aku mengerti perasaan Bree yang selalu ingin tampak sempurna, seakan dia selalu bisa menguasai keadaan dan begitu in control. Aku mengerti bagaimana itu membuatnya hampir lost her mind saat semua orang meninggalkannya. Aku mengerti bagaimana dia merasa sendirian dan nggak bisa jadi dirinya sendiri di depan semua orang. Aku mengerti bahwa dia butuh seseorang yang tahu bahwa dia TIDAK sempurna, dan mengerti segala kelemahannya, dan kepada siapa dia bisa menjadi diri sendiri.
Aku juga membutuhkan seseorang seperti itu. Dan dengan kesadaran yang mengejutkan bahwa aku ternyata belum punya orang seperti itu [terhadap sahabat-sahabatku juga aku nggak bisa mengungkapkan bahwa hei, aku sedang dalam masalah, aku sebenernya nggak kuat menghadapi ini, aku sebetulnya nggak mampu.. aku nggak sehebat yang kalian kira.. aku selemah INI] aku memutuskan untuk menulis pernyataan ini di sini.. tidak ditujukan kepada seseorang yang khusus.. tapi setidaknya aku menuliskannya di tempat di mana seluruh dunia bisa membacanya.. apakah mereka mau atau tidak itu terserah.. paling tidak aku sudah melemparkan ini ke luar sana.. dan nggak ada lagi yang bisa menuduhku menyimpan semuanya sendiri.
Ya, aku nggak selalu bisa mengatasi segalanya. Ya, aku punya masalah-masalah yang kelihatan sepele bagi semua orang lain tapi aku kesulitan menghadapinya. Aku NGGAK baik-baik saja. Hidupku saat ini sedang nggak bahagia. Aku punya masalah. Aku butuh pertolongan. Kata orang, mengakui bahwa kamu punya masalah sudah merupakan satu langkah menuju penyelesaian. Kalau kamu mau tahu apa masalahnya, aku akan bertanya kepadamu; apakah kamu berniat membantu?
There, you have it. My deepest confession of the year.
Bukan hanya otak nggak bisa berhenti memikirkan hal itu entah apa pun yang sedang kamu kerjakan, tapi juga badan terasa lemes dan kamu bakal merasa nggak sanggup dan nggak mood mengerjakan apa-apa. Rasanya betul-betul lumpuh. Waktu itu terjadi padaku, yang bisa kulakukan selain berusaha sekuat tenaga mencari pemecahannya adalah, akhirnya aku hanya bisa tidur [ajaib sebenarnya aku BISA tidur] karena nggak mampu melakukan apa pun untuk mengalihkan perhatian atau sekedar menghabiskan waktu. Pikiran terfokus pada satu alarm yang berkedip-kedip di dalam otak menandakan bahaya terus mendekat. Aku tahu blog-ku biasanya sedikit melebih-lebihkan, tapi kali ini sama sekali bukan mendramatisir. Kamu akan tahu kalo kamu sudah mengalaminya sendiri.
Akhirnya pada saat-saat aku mengira aku sudah hampir kehilangan kewarasan, bantuan datang dari seorang penyelamat. Kalo itu nggak terjadi, aku nggak tahu apakah aku sanggup bangun dari tempat tidur besoknya. Sungguh sesuatu yang nggak ingin kurasakan lagi seumur hidup. Aku terbiasa selalu in control, mampu mengendalikan hal-hal dan tahu apa yang harus dilakukan. Waktu sesuatu membuatku benar-benar tidak berdaya dan tidak bisa melakukan apa-apa, rasanya betul-betul seperti pukulan berat.
Ingin teriak frustrasi sekeras-kerasnya, tapi takut mengundang orang-orang berlarian dengan panik. Ingin terpuruk sambil menangis sejadi-jadinya, tapi tahu itu nggak akan menyelesaikan apa-apa. Aku betul-betul merasa mual dan sampai agak sesak napas. Butuh menarik napas dalam berkali-kali untuk menjaga kewarasan.
Aku mengerti perasaan Bree yang selalu ingin tampak sempurna, seakan dia selalu bisa menguasai keadaan dan begitu in control. Aku mengerti bagaimana itu membuatnya hampir lost her mind saat semua orang meninggalkannya. Aku mengerti bagaimana dia merasa sendirian dan nggak bisa jadi dirinya sendiri di depan semua orang. Aku mengerti bahwa dia butuh seseorang yang tahu bahwa dia TIDAK sempurna, dan mengerti segala kelemahannya, dan kepada siapa dia bisa menjadi diri sendiri.
Aku juga membutuhkan seseorang seperti itu. Dan dengan kesadaran yang mengejutkan bahwa aku ternyata belum punya orang seperti itu [terhadap sahabat-sahabatku juga aku nggak bisa mengungkapkan bahwa hei, aku sedang dalam masalah, aku sebenernya nggak kuat menghadapi ini, aku sebetulnya nggak mampu.. aku nggak sehebat yang kalian kira.. aku selemah INI] aku memutuskan untuk menulis pernyataan ini di sini.. tidak ditujukan kepada seseorang yang khusus.. tapi setidaknya aku menuliskannya di tempat di mana seluruh dunia bisa membacanya.. apakah mereka mau atau tidak itu terserah.. paling tidak aku sudah melemparkan ini ke luar sana.. dan nggak ada lagi yang bisa menuduhku menyimpan semuanya sendiri.
Ya, aku nggak selalu bisa mengatasi segalanya. Ya, aku punya masalah-masalah yang kelihatan sepele bagi semua orang lain tapi aku kesulitan menghadapinya. Aku NGGAK baik-baik saja. Hidupku saat ini sedang nggak bahagia. Aku punya masalah. Aku butuh pertolongan. Kata orang, mengakui bahwa kamu punya masalah sudah merupakan satu langkah menuju penyelesaian. Kalau kamu mau tahu apa masalahnya, aku akan bertanya kepadamu; apakah kamu berniat membantu?
There, you have it. My deepest confession of the year.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home